Rencana Pemkot Surabaya Tutup Lokalisasi
Dolly Didukung DPRD Jatim
Tuesday,
08 October 2013 16:00
SURABAYA - Rencana Pemerintah Kota (Pemkot) Surabaya yang akan menutup
lokalisasi Dolly Surabaya mendapat dukungan penuh dari Komisi E Dewan
Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Jawa Timur.
Program Pemkot Surabaya itu
seiring dengan program Pemprov Jatim yang akan menutup lokalisasi terbesar di
Asia Tenggara itu secara bertahap.
“Soal penutupan lokalisasi itu
kami sudah lama setuju, namun Kami berharap rencana penutupan lokalisasi dolly
ini harus dilakukan secara menyeluruh baik itu bagaimana pemerintah kota
melakukan cara atau dampak akibat penutupan lokalisasi tersebut,” ujar Ketua
Komisi E DPRD Jawa Timur, H Sugiri Sancoko di Surabaya Selasa (8/10)
Menurutnya, belum ditutupnya
lokalisasi dolly ini karena saat ini banyak problematika yang belum
terselesaikan yaitu saat ini masyarakat sudah mulai tergantung dengan
lokalisasasi tersebut.
“Apabila dilakukan penutupan,
Pemerintah Kota Surabaya harus benar melakukan penutupan secara menyeluruh,
baik itu dengan lingkungannya juga harus diperhatikan,” paparnya, seperti
dilansir laman kominfo jatim.
Lebih lanjut sebelum melakukan
penutupan lokalisasi, Pemerintah Kota Surabaya harus juga melakukan
pelatihan-pelatihan kepada para Pekerja Seks Komersial (PSK).
“Mereka harus dibekali dengan
keterampilan seperti menjahit, usaha-usaha kecil, tata boga dan lainnya. Jadi
setelah mereka dipulangkan ketempat asalnya, mereka tidak kesulitan menghidupi
keluarga,” ujarnya.
Ia menambahkan, saat ini dewan
akan bekerja bersama-sama dengan Pemerintah Provinsi dan masyarakat untuk
memberantas prostitusi di wilayah Jawa Timur.
“Pemprov yang akan memulangkan
mereka dan memberikan mereka pekerjaan, kami yang akan memastikan mereka tidak
kembali. Karena kalau dipulangkan saja tanpa diawasi ya percuma. Saat mereka
kembali mengalami kesulitan ekonomi, mereka akan kembali lagi jadi PSK,”
ujarnya.(c8/lik)
Ø Opini:
Dalam
masalah sosial yang berkaitan dengan penutupan tempat Prostitusi khususnya
adalah gang dolly yang ada di Surabaya sejak jaman penjajahan Belanda tersebut
sangat sulit dilakukan karena telah terjadi simbiosis mutualisme antara
masyarakat sekitar dengan para penghuni gang dolly. Seperti masyarakat sekitar mendulang rezeki
jasa parkir, pedagang kaki lima, warung-warung makanan dan minuman, taksi,
tukang becak dan ojek. Belum lagi perputaran uang bisnis ikutan seperti bisnis
makanan dan minuman, sewa rumah, bisnis pakaian, parkir, pengamanan, hingga
makelarisasi. Hal ini mempersulit Pemkot Surabaya untuk menutup tempat
prostitusi tersebut, bahkan jika kawasan ini ditutup ribuan orang akan
terkatung-katung nasibnya. Namun membiarkan praktik pelacuran tumbuh subur sama
halnya menjamur penyakit sosial dan kesehatan. Selain itu peningkatan penyakit
HIV/AIDS juga akan meningkat drastis jika tempat prostitusi semakin lama akan
semakin berkembang, masalah ini juga tidak mencerminkan bagaimana moral Bangsa
Indonesia yang sesuai dengan nilai-nilai Pancasila. Jika Pemkot Surabaya merencanakan
penutupan tempat ini adalah hal yang tepat, di Surabaya ada Perda(Peraturan
Daerah) 1997,kalau tidak 1999 itu melarang sebuah bangunan digunakan untuk
tempat prostitusi. Namun banyak hal yang dipersiapkan sebelum penutupan tempat
tersebut dilakukan. Misalnya dengan melakukan pendekatan kepada masyarakat
sekitar terlebih dahulu tentang dampak negatif dari adanya gang dolly, sehingga
sedikit demi sedikit mereka menyadari
simbiosis mutualisme yang mereka lakukan perlu dihentikan. Kemudian baru
mengadakan pelatihan kerja kepada para PSK sebelum dipulangkan kekampung
halamannya serta dilakukan pengawasan, dan seharusnya masyarakat sekitar yang
menggantungkan hidup dengan adanya gang dolly juga diberikan pelatihan kerja
dan sosialisasi lapangan kerja. Jika cara ini berhasil dilakukan sedikit demi
sedikit penutupan gang dolly yang sudah menjamur sekian tahun dapat dilakukan
dan nasib ribuan orang tidak akan terkatung-katung disebabkan penutupan
tersebut.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar