Selasa, 08 April 2014

Tugas IBD Revisi Bab 2


MANUSIA DAN KEBUDAYAAN KAYU AGUNG
Manusia dan kebudayaan merupakan dua hal yang sangat erat terkait satu sama lain. Kebudayaan merupakan suatu tingkah laku manusia yang menggambarkan suatu kebiasaan dari suatu daerah. Kebudayaan tercipta karena adat istiadat sejak dahulu dan juga kejadian yang sudah ditakdirkan oleh Tuhan.

A. MANUSIA
Manusia atau orang dapat diartikan berbeda-beda dari segi biologis, rohani, dan istilah kebudayaan, atau secara campuran. Secara biologis, manusia diklasifikasikan sebagai Homo sapiens (Bahasa Latin yang berarti "manusia yang tahu"), sebuah spesiesprimata dari golongan mamalia yang dilengkapi otak berkemampuan tinggi. Dalam hal kerohanian, mereka dijelaskan menggunakan konsep jiwa yang bervariasi di mana, dalam agama, dimengerti dalam hubungannya dengan kekuatan ketuhanan atau makhluk hidup; dalam mitos, mereka juga seringkali dibandingkan dengan ras lain. Dalam antropologi kebudayaan, mereka dijelaskan berdasarkan penggunaan bahasanya, organisasi mereka dalam masyarakatmajemuk serta perkembangan teknologinya, dan terutama berdasarkan kemampuannya untuk membentuk kelompok dan lembaga untuk dukungan satu sama lain serta pertolongan.

B. HAKEKAT MANUSIA
     Hakekat manusia adalah sebagai berikut :
a.                   Makhluk yang memiliki tenga dalam yang dapat menggerakkan hidupnya untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhannya.
b.                  Individu yang memiliki sifat rasional yang bertanggung jawab atas tingkah laku intelektual dan sosial.
c.                 yang mampu mengarahkan dirinya ke tujuan yang positif mampu mengatur dan mengontrol dirinya dan mampu menentukan nasibnya.
d.                Makhluk yang dalam proses menjadi berkembang dan terus berkembang tidak pernah selesai (tuntas) selama hidupnya.
e.                 Individu yang dalam hidupnya selalu melibatkan dirinya dalam usaha untuk mewujudkan dirinya sendiri, membantu orang lain dan membuat dunia lebih baik untuk ditempati
f.                  Suatu keberadaan yang berpotensi yang perwujudanya merupakan ketakterdugaan dengan potensi yang tak terbatas
g.                 Makhluk Tuhan yang berarti ia adalah makhluk yang mengandung kemungkinan baik dan jahat.
h.                Individu yang sangat dipengaruhi oleh lingkungan turutama lingkungan sosial, bahkan ia tidak bisa berkembang sesuai dengan martabat kemanusaannya tanpa hidup di dalam lingkungan sosial.


C. GAMBARAN UMUM KOTA KAYU AGUNG

Kota Kayu Agung adalah sebuah kecamatan dan merupakan ibukota Kabupaten Ogan Komering Ilir, Sumatera Selatan, Indonesia. Kayuagung sebuah kota yang terletak di lintas timur sumatera, Salah satu dari Kabupaten dari Provinsi Sumatera Selatan (Palembang), Kayuagung yang berjarak 65 KM dari pusat kota Palembang, Kayuagung merupakan Daerah Tingkat II di provinsi sumatera selatan. Kayuagung merupakan ibukota Kabupaten Ogan Komering Ilir (OKI).
Kayuagung Terdiri dari 10 kelurahan (Morge Siwe): Jua-jua, Sidakersa, Cintaraja Mangunjaya, Paku, Sukadana, Kedaton, Kotaraya, Perigi. Kayuagung Asli. Nama Kayuagung secara umum berasal dari sebuah sejarah, dimana pada zaman dahulunya, daerah kota kayuagung terdapat pohon-pohon yang berukuran besar, bahkan ada yang sampai berdiameter 4 meter , kemudian disimpulkanlah oleh para petua Pohon itu berarti Kayu sedangkan Besar Itu Agung. mungkin andapun secara tidak sengaja pernah melihat pohon berukuran besar di kota anda, kemungkinannya itu merupakan pohon kayuagung, tapi bukan berarti setiap pohon yang besar itu merupakan pohon kayuagung, ciri khas pohon Kayuagung itu berukuran besar memiliki urat pohon yang timbul dan memiliki akar yang besar dan menjular, selain itu juga terdapat akar yang menjular dari atas kebawah, jadi dari sebuah pohonlah nama dari kota kayuagung itu.
Kecamatan Kota Kayuagung terdiri atas 11 kelurahan ; yaitu Kelurahan Kayuagung (asli ), Perigi, Kutaraya, Kedaton, Sukadana, Mangunjaya, Sidakerda, jua-jua, Cintaraja, dan Tanjung Rancing, Serta 14 desa ; yaitu Desa Bulu Cawang, Lubuk Dalam, Banding Anyar, Anyar, Muara Baru, Kijang Ulu,Celika, Tanjung Menang. Bagian tersebut penutur Bahasa Kayuagung berada di wilayah Kecamatan Kota Kayuagung, Kabupaten Ogan Komering Ilir (OKI), Sumatera Selatan. Wilayah ini merupakan ibukota Kabupaten OKI. Penduduk utama penuturan Bahasa Kayuagung tergabung dalam suatu wilayah yang disebut morge siwe ( marga sembilan ); yaitu sembilan kelompok masyarakat setingkat desa/ kelurahan di era sekarang. Sembilan marga tersebut adalah Kelurahan Kayuagung ( asli ), Perigi, Kutaraya, Kedaton, Sukadana, Paku, Mangun jaya, Sida kersa, dan jua-jua. Dengan demikian dari 11 kelurahan yang ada di kecamatan Kota Kayuagung, dua di antaranyalah yang bukan menjadi penduduk penuturan bahasa Kayagung, yaitu Kelurahan Kayuagung (asli) dan Tanjung Rancing. Selain di wilayah Kota Kayuagung Bahasa Kayuagung juga ada di wilayah lempuing dan Mesuji (masih di Kabupaten OKI). Hal ini bisa di maklumi karena berdasarkan sejarahnya wilaya Lempuing dan Mesuji merupakan jalur kedatangan orang-orang Kayu Agung dari Lampung.
Di wilayah Kabupaten Ogan Komering Ilir (OKI) terdapat beberapa daerah, di antaranya adalah bahasa Kayuagung, Komering, Pedamaran, Melayu Palembang, Jawa, dan beberapa bahasa atau dialek lainya. Bahasa Indonesia juga dipergunakan secara luas, selain bahasa seperti bahasa Inggris dan Arab Yang penggunananya sangat terbatas. Kabupaten Ogan Komering Ilir ( OKI) beribukota di Kayuagung. Berdasarkan sejarahnya, wilayah ini didukung oleh apa yang oleh masyarakat setempat disebut dengan morge siwe ( atau Sembilan Marga). Marga di seantero Sumatera Selatan dikenal dengan suatu kawasan yang dahulunya setara di atas desa/ kelurahan. Saat ini wilayah morge siwe berada di bawah pemerintah administrasi Kecamatan Kota Kayu Agung. Sembilan marga tersebut adalah Kelurahan Kayuagung (asli), Perigi, Kutaraya, Kedaton, Sukadana, Paku, Mangun jaya, Sidakersa, dan jua-jua.
Kayuagung ibukota dari Kabupaten Ogan Komering Ilir merupakan Pemerintah Daerah Tingkat II di Sumatera Selatan yang luasnya sekitar 19.023,47 kilometer persegi yang secara geografis terletak antara 104 2'-106 o' derajat Bujur Timur dan 4o 30'-4o 15 derajat Lintang Selatan. jumlah penduduk dalam sensus 2010 mencapai kurang-lebih 62.000 ribu jiwa lebih, mayoritas penduduknya beragama Islam.[2]

D. KEBUDAYAAN KAYU AGUNG
-         Warisan Budaya Daerah:
Midang
https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEg4hGf6HDy3sPy6UKB_aFgU2EpeBLYiNw2C-xjC2T9dMmf4S0VL-LmPAciISeSz9KzH9WM_L1g0aYK8I4vEjyfOUJ9xljCvGCmccR5QXLCUjyYEj2jzPLh2YQtCovkoAvSu2sQsuz0R-avA/s320/Midang+%2834%29.JPG
(Warisan Budaya Tak Ternilai) Kayuagung memiliki khasanah budaya yang kuat dan kental. Suku Kayuagung yang mendiami wilayah Kota Kayuagung dan sekitarnya selalu menjunjung tinggi adat istiadat dalam kehidupan sehari-hari berbagai segi kehidupan seperti kelahiran bayi, pernikahan, sampai kematian diatur dan dituntun oleh adat istiadat budaya setempat.
Midang (tradisi arak-arakan yang diiringi musik tradisional seperti tanjidor) merupakan agenda nasional dalam kunjungan wisata lokal maupun mancanegara yang dimiliki Kabupaten OKI khususnya. Tradisi yang telah ada pada abad 17 yang lalu ini berawal dari adanya persyaratan keluarga perempuan dalam menikahkan putra-putri mereka. Sang putri merupakan keluarga dari keturunan orang terpandang pada waktu itu.
Sementara calon pengantin laki-laki berasal dari keluarga miskin yang berkepribadian luhur. Persyaratan itu diantaranya pihak calon laki-laki harus menyediakan semacam kereta hias yang dibentuk menyerupai naga yang disebut dengan juli (karena nama pengantin perempuan bernama Juliah). Kereta ini dipergunakan untuk untuk membawa kedua orang tua calon pengantin laki-laki yang bertandang ke rumah pengantin perempuan setelah ijab Kabul; pengantin laki-laki dan perempuan diapit oleh kedua orang tuanya diarak keliling kampung. Berkat keluhuran budi keluarga mempelai laki-laki, semua permintaan keluarga mempelai perempuan ini dapat dipenuhi. Inilah asal muasal budaya Midang yang masih dilestarikan sampai saat ini.
Midang dalam perkembangannya sesuai dengan fungsi dan hakekatnya dapat dibagi menjadi 2 macam, yaitu: (1) Midang Begorok yakni arak-arakan yang menjadi bagian prosesi pernikahan yang bersifat besar-besaran, termasuk juga sunatan, atau pun persedekahan lainnya; (2) Midang Bebuke (Midang Lebaran Idul Fitri) yang disebut demikian karena dilakukan untuk memeriahkan hari Raya Idul Fitri tepatnya pada hari ketiga dan keempat Hari Raya idul Fitri. Midang Bebuke ini disebut juga Midang Morge Siwe (Sembilan Marga) karena diikuti oleh seluruh marga yang ada di wilayah karesidenan. Pemerintah Daerah Kabupaten OKI menyikapi tradisi midang sebagai warisan tradisi budaya leluhur yang sangat mahal nilai karakteristiknya. Tradisi ini merupakan aset budaya yang sangat diperhatikan disamping tradisi lainnya di Kabupaten OKI. Kondisi midang sampai saat ini masih sangat lestari bahkan berkembang menjadi wisata budaya Primadona di OKI. Midang telah menjadi nilai tradisi budaya unik di negeri pertiwi. Saat ini midang sudah dijadikan suatu kelengkapan karnafal Budaya di OKI yang dilaksanakan setiap tahunnya
Mulah
Malam mulah adalah malam menjelang akan dilaksanakan prosesi akad nikah pada esok harinya. Secara adat di era 80- an bahwa Malam Mulah itu adalah malam bagi pihak Keluarga dan Tetangga untuk bermasak-masak guna persiapan Hari persedekahan. Sedangkan pihak mudamudinya mengadakan malam tetabuhan semacam Malam Gembira. Pada saat itu pasangan Calon penganten berada di antara muda-mudi yang hadir, Baik muda-mudi yang datang dari kampung /dusunnya sendiri maupun dari luar dusun. Secara adat tempo dulu, pasangan Calon Penganten berkali-Kali naik-turun/keluarmasuk Rumah untuk berganti-ganti pakaian sebanyak 12 Kali. Pakaian yang digunakan Calon Mempelai Perempuan disebut “Pesakin”, yang dipakai Calon Penganten Laki-laki adalah satu stel dengan kain Calon Penganten Perempuannya. Perempuan memakai kebaya panjang, sedangkan laki-laki memakai stelan jas, peci dan memakai handuk. Namun karena adanya pergeseran nilai, Calon Mempelai Laki-laki terkadang hanya melakukan ganti pakaian sebanyak 5 atau 3 Kali Saja.
Kunganyan
Adalah bagian dari prosesi Pernikahan dalam Masyarakat suku Kayuagung. Kungayan adalah sekelompok bapakbapak dari pihak Calon Mempelai Perempuan yang kesemuanya adalah Keluarga dan Tetangga Calon penganten Perempuan, yang diundang oleh pihak Keluarga Calon mempelai laki-laki untuk menyaksikan jalannya ijab qobul. Rombongan mereka disebut rombongan Suami “ungaian” kegiatannya disebut Kungayan.
-         Tarian Daerah:
Tari Penguton Dari sejarahnya, tarian ini lahir pada tahun 1889 dan pada tahun 1920, oleh keluarga Pangeran Bakri, tarian ini disempurnakan untuk penyambutan kedatangan Gubernur Jendral Belanda. Sejak itu tarian ini dijadikan sebagai tari sekapur sirih Kayuagung. Tarian ini ditarikan oleh Sembilan orang gadiscantik yang dipilih dari Sembilan Marga yang ada di Kayuagung menggunakan iringan musik perkusi seperti Gamelan, gong, gendang yang sebagian instrumen tersebut merupakan hadiah dari Kerajaan Majapahit pada abad ke 15 dibawa oleh utusan Patih Gajah Mada. Konon alat-alat ini masih ada dan digunakan pada saat menyambut kedangan Presiden Soekarno saat pertama kali berkunjung ke Bumi Bende Seguguk pada tahun 1959. Pada tahun 1992 tari ini dibakukan sebagai tari sekapur sirih Kabupaten OKI.
Tari Gopung Tari Gopung Tari Gopung merupakan tari-tarian yang digunakan untuk penobatan rajaraja. Tarian ini lahir pada tahun 1778 di suku Bengkulah Komering. Fungsi tarian ini sampai sekarang masih eksis digunakan sebagai tari penobatan pangkat dan penyambutan tamu pemerintah di Kecamatan Tanjung Lubuk.
-         Pakaian Adat
Nama-Nama Kain Adat Dan Baju Adat Di Kayuagung
  • Angkinan: Baju pengantin/baju kebesaran adat Kayuagung
  • Kebaya Kurung Panjang: ciri yang memakai sudah bersuami
  • Kebaya Kurung Pendek/bunting: cirri yang memakai masih perawan
  • Kebaya Tapuk: Ciri yang memakai sudah bersuami
  • Kebay,\a Tojang: untuk undangan kehormatan/misal si ibu pengantin lakilaki diundang menghadiri hidangan atau kedulangan atau untuk menghadiri pernikahan
  • Balah Buluh: Pakaian laki-laki yang dilengkapi dengan Kepudang atau kopiah (kain berada di luar baju)
  • Teluk Belango: sejenis baju untuk kaum laki-laki untuk kepentingan adat dengan memakai peci dan kain dibalik baju
  • Sarung Pelikat:bentuk kain untuk lakilaki yang terbuat dari jerat jerami yang bermotif kotak-kotak besar ataupun kecil
  • Sarung bugis: untuk laki-laki
  • Kain Putungan (kain panjang) untuk pasangan kebaya pendek maupun kurung maupun kebaya biasa
  • Sarung Sungkitan (songket): pasangan Angkinan juga bisa untuk kebaya biasa
Untuk kaum wanita, nama-nama pakaian adatnya adalah: Beribit, Pelangi dan Jupri. Sedangkan motif yang utama adalah: Motif bunga biduk, Motif bunga oteh, Motif bunga Payi, Motif bunga Inton, Motif bunga Kipas, Motif Kemplang, Motif Jelujur, dan Motif bunga Kecubung.

E. UNSUR KEBUDAYAAN
1.     Sistem Religi
Secara historis, suku Kayu Agung sebenarnya masih berkerabat dengan suku Ogan, dengan kata lain berasal dari satu rumpun yang sama. Mayoritas suku Kayu Agung beragama Islam, tetapi dalam praktek keseharian mereka, banyak dari mereka yang tetap menjalankan tradisi kepercayaan lama, seperti kepercayaan terhadap dunia roh. Mereka percaya kalau roh orang mati bisa kembali dan mengganggu ketentraman mereka.
Oleh karena itu, sebelum mayat dikubur harus dimandikan dengan bunga dari bermacam-macam jenis agar roh dari orang yang mati lupa jalan pulang ke rumahnya. Mereka juga percaya terhadap dukun yang membantu dalam upacara pertanian, baik saat menanam maupun saat panen. Mereka juga memiliki tempat keramat yang dianggap sebagai tempat bersemayamnya roh-roh.

2.     Sistem Organisasi Kemasyarakatan Kayu Agung
Kabupaten Ogan Komering Ilir terbagi atas beberapa suku bangsa baik suku asli Ogan Komering Ilir maupun pendatang dari Jawa, Bali dan Sunda. Adapun suku asli Penduduk Kabupaten Ogan Komering Ilir terdiri atas: (1) Suku Ogan : meliputi penduduk asli tersebar di Desa Sugih Waras, Buluh Cawang, Teleko, sebagian Sirah Pulau Padang, Pampangan, Keman, Pangkalan Lampam, dan Tulung Selapan, berbahasa Ogan. (2) Suku Komering: meliputi penduduk asli di sepanjang sungai Komering mulai dari Kecamatan Tanjung Lubuk sampai Kota Kayuagung, sehari-hari berbahasa Komering. (3) Suku Kayuagung: meliputi penduduk asli di Kecamatan Kota Kayuagung kecuali Celikah dan Tanjung Rancing, sebagian penduduk di Kecamatan Lempuing dan desa-desa perairan sungai Mesuji di Kecamatan Mesuji dan Kecamatan Sungai Menang, sehari-hari berbahasa asliKayuagung. (4) Suku Penesak/Danau: meliputi penduduk asli Kecamatan Pedamaran tersebar di desa-desa dalam Kecamatan Pedamaran tidak termasuk penduduk Sukaraja, berbahasa Melayu Palembang. (5) Suku Pegagan : meliputi penduduk asli di Kecamatan Jejawi, Sirah Pulau Padang, Tanjung Rancing dan Celikah Kecamatan Kota Kayuagung, berbahasa Pegagan. (6) Suku Jawa, Sunda dan bali : meliputi penduduk di Kecamatan Lempuing, Lempuing Jaya, Mesuji, Mesuji Raya, Mesuji Makmur, Sungai Menang, Air Sugihan, Pedamaran Timur dan sebagian penduduk di Kecamatan Teluk Gelam, Bahasa yang mereka gunakan adalah bahasa sunda atau jawa dan untuk pergaulan dengan penduduk setempat menggunakan Bahasa Indonesia.

3.     Sistem Ekonomi
Kayu Agung Salah Satu Kota Transit yang terletak di Jalur Lintas Timur, yang merupakan jalur utama dari Bandar Lampung ke Palembang maupun sebaliknya. Dan merupakan salah satu Kota Terpadat Ke-2 setelah Palembang . Kayuagung sebuah kota yang terletak di lintas timur sumatera, Salah satu dari Kabupaten dari Provinsi Sumatera Selatan sehingga banyak dari para penduduk memiliki sistem pengetahuan dalam hal perdagangan.
Mata pencaharian suku Kayu Agung adalah bertani, berdagang, dan membuat gerabah dari tanah liat. Bentuk pertanian kebanyakan bersawah tahunan karena daerahnya terdiri dari rawa-rawa. Jadi sawah hanya diolah saat musim hujan. Tehnik pengolahan tanahnya pertama-tama mereka membersihkan dan membabat rumput, setelah air sawah tinggal sedikit lalu padi ditanam. Pekerjaan membersihkan rumput umumnya dilakukan laki-laki, namun saat panen dikerjakan secara gotong royong oleh laki-laki dan perempuan. Kebutuhan suku Kayu Agung ini yang mendesak adalah penerapan teknologi pertanian yang tepat untuk kondisi tanah yang
berawa-rawa. masyarakat menemukan alternatif sumber pemenuhan kebutuhan hidup, seperti peningkatan hasil kerajinan tangan dari tanah liat (keramik/gerabah) agar bisa lebih memiliki nilai jual yang layak.

4.     Bahasa
Bahasa Kayu Agung mirip dengan bahasa Melayu walaupun banyak terdapat perbedaan. Suku Kayu Agung dalam lingkungan sesama orang Kayu Agung akan berbicara dalam bahasa Kayu Agung. Bila berhubungan dengan orang Ogan, maka mereka akan berbicara dalam bahasa Ogan yang diucapkan oleh suku Ogan. Suku Ogan banyak bermukim di Kota Agung. Selain hidup berdampingan dengan suku Ogan, Suku Kayu Agung bermukim di pemukiman mereka yang terletak di suku Komering.

F.PERUBAHAN  KEBUDAYAAN KAYU AGUNG
Kayuagung adalah kecamatan yang merupakan ibu kota dari kabupaten Ogan Komering Ilir yang terdiri dari 11 kelurahan dan 14 desa-desa lainnya, di mana masyarakatnya memiliki adat-istiadat dan kebudayaan yang berbeda dari masing-masing daerah. Salah satu kebudayaan yang terdapat di kecamatan Kayuagung adalah  Budaya Midang.
            Midang awalnya menggambarkan kemulian ritual perkawinan adat Mabang Handak atau Burung Putih sebagai berakhirnya masa bujang dan gadis. Upacara adat perkawinan Mabang Handakmerupakan upacara adat yang penuh beradat. Adat ini di mulai dari adat peminangan terlebih dahulu sampai pelaksanaan sedekahnya. Proses tata urutan tahapan upacara Mabang Handak sebagai berikut:
a.             Maju dan bengiyan ngulom bobon morgesiwe (kedua mempelai mengajak sanak famili)
b.            Sorah gawi ke proatin (menyerahkan kerjaan keperangkat lurah)
c.             Kilu woli nikah (minta wali nikah)
d.            Ningkok (sanak famili, proatin dan mempelai kumpul)
e.            Mendirikan tarup (mendirikan tenda)
f.             Ngebengiankon (minta bantuan tenaga dari anak menantu)
g.            Nyuak dan Ngulom (mengundang)
h.            Ngantat oban sow-sow (mengantar kue dan rempah)
i.              Pati sapi (manyembelih sapi)
j.              Ngantat perkurangan (mengantar makanan)
k.             Midang
l.              Mulah (hari memasak)
m.           Turgi (pesta)
n.            Upacara ngarak pacar
o.            Adat anan tuwoi (menyerahkan mempelai perempuan)
p.            Adat lang-ulangan (mengembalikan barang pinjaman)
q.            Anan tuwoi maju (mempelai perempuan tidur di rumah orang tuanya 2 malam)
r.             Ngulangkon pukal (yang menjadi pendamping mempelai)

Upacara adat Mabang Handak ini melibatkan banyak keluarga, kaum kerabat dan tenaga yang banyak serta dana yang cukup besar untuk pelaksanaan pesta. Upacara mabang handak ini juga diperlukan waktu 3 hari 3 malam (Pembina adat Kabupaten OKI, 2002:49).
Midang dalam adat perkawinan mabang handak adalah arak-arakan sepasang pengantin. Di mana pengantinya dinaikan di atas juli (gerobak yang dihiasi seperti perahu atau kapal) mengelilingi Kayuagung. Arak-arakan sepasang pengantin tersebut untuk memberi tahu warga bahwa sepasang remaja itu kini telah berubah status. Arak-arakan pengantin ini diiringi oleh puluhan bahkan ratusan pasangan remaja yang mewakili daerah morgesiwe atau 9 kelurahan (Nasir, 2011:05).

Namun, kini tradisi midang tersebut dapat dinikmati tanpa perlu menggelar perkawinan terlebih dahulu. Midang menjadi seni pertunjukan setiap tahunnya. Pertunjukan midang tersebut diselenggarakan setiap setelah lebaran idul fitri yakni lebaran ketiga dan keempat. Penyelenggaraan midang hari raya tersebut dilaksanakan tanpa pasangan pengantin dan tanpa Juli (gerobak yang dihiasi seperti perahu atau kapal), di mana arak-arakan pasangan remaja cukup dilakukan secara berjalan kaki sejauh 5 km dengan mengenakan 26 jenis pakaian adat morgesiwe yang diiringi musik tanjidor. Pertunjukan midang ini disaksikan banyak oleh masyarakat Kayuagung secara spontanitas mamadati sepanjang jalan yang dilalui oleh peserta midang, masyarakat tersebut tanpa mengetahui mengapa pertunjukan midang tersebut diselenggrakan dan tanpa sadar budaya midang tersebut sudah mengalami perkembangan dan perubahan dari proses tata urutan tahapan upacara Mabang Handak menjadi Midang yang dipertunjukan setiap tahunnya yakni pada lebaran idul fitri hari ketiga dan keempat.Kayuagung adalah kecamatan yang merupakan ibu kota dari kabupaten Ogan Komering Ilir yang terdiri dari 11 kelurahan dan 14 desa-desa lainnya, di mana masyarakatnya memiliki adat-istiadat dan kebudayaan yang berbeda dari masing-masing daerah. Salah satu kebudayaan yang terdapat di kecamatan Kayuagung adalah  Budaya Midang.
            
G. KAITAN MANUSIA DENGAN KEBUDAYAAN KAYU AGUNG
Manusia sebagai makhluk yang berbudaya menghadapi permasalahan yang kompleks mencakup berbagai aspek dalam kehidupannya. Di antara aspek-aspek tersebut adalah aspek kepercayaan atau agama, sosial, hukum, ekonomi, pendidikan, jasmani, rohani, dan lain sebagainya.
Sebagai suatu gejala yang universal diseluruh dunia, pernikahan atau perkawinan tersebut merupakan peristiwa penting yang dihadapi manusia dalam kehidupannya. Biasanya pernikahan dipandang sebagai peristiwa yang sangat sakral dalam kehidupan manusia yakni terjadinya perubahan remaja yang masih lajang menuju ke kehidupan berumah tangga atau berkeluarga. Sehubungan dengan tradisi pernikahan dalam pandangan kultural yang melihat dari sisi kehidupan masyarakat dianggap sakral dalam menggunakan simbol-simbol yang secara kontinue dilakukan oleh masyarakat, maka dari kontinuitas ini dapat disimpulkan mengenai bentuk-bentuk perkawinan yang dilakukan oleh masyarakat. Salah satunya upacara pernikahan yang menarik adalah Upacara Adat Pernikahan Di Kecamatan Kota Kayuagung OKI Palembang Sumatera Selatan.
Di daerah Sumatra Selatan khususnya di Kota Kayuagung dikenal tiga bentuk dasar perkawinan, yaitu kawin begorok, kawin sepagi dan kawin mabang handak. Dari ketiga upacara pernikahan ini dalam tatacara pelaksanaanya ada yang mengalami perubahan yang menyesuaikan kebutuhan masyarakat setempat. Dalam masyarakat Kayuagung pada masa lampau dan yang sekarangpun masih ada meskipun pada kalangan tertentu, yaitu bentuk-bentu pernikahan yang hidup dan berkembang, sebagai suatau variasi, baik sebagai akibat ataupun karena keadaan yang bersangkutan, daerah Kayuagung juga masih memiliki kebudayaan khas dengan kebudayaan yang masih menggunakan simbol-simbol atau lambang-lambang yang merupakan warisan budaya dari generasi terdahulu dan berkembang hingga saat ini Kehidupan budaya masyarakat Kayuagung atau Morge Siwe   masih tetap dilestarikan, hingga hal ini bisa diasumsikan bahwa tradisi tersebut masih mempunyai nilai-nilai sangat bernilai, dan berkembang dalam masyarakat dianut, dipatuhi serta diakui keberadaannya, walaupun didalam upacara adat pernikahan di Kayuagung ada mengalami perubahan.




Referensi:
http://id.wikipedia.org/wiki/Kota_Kayu_Agung,_Ogan_Komering_Ilir
http://tuanhery.blogspot.com/2011/11/perkembangan-budaya-midang-sebagai-seni.html