MANUSIA DAN KEBUDAYAAN KAYU AGUNG

Manusia
dan kebudayaan merupakan dua hal yang sangat erat terkait satu sama lain.
Kebudayaan merupakan suatu tingkah laku manusia yang menggambarkan suatu
kebiasaan dari suatu daerah. Kebudayaan tercipta karena adat istiadat sejak
dahulu dan juga kejadian yang sudah ditakdirkan oleh Tuhan.
A. MANUSIA
Manusia atau orang dapat
diartikan berbeda-beda dari segi biologis, rohani, dan
istilah kebudayaan, atau
secara campuran. Secara biologis, manusia diklasifikasikan sebagai Homo sapiens (Bahasa Latin yang berarti "manusia yang tahu"), sebuah spesiesprimata dari golongan mamalia yang dilengkapi otak berkemampuan tinggi. Dalam hal kerohanian, mereka dijelaskan
menggunakan konsep jiwa yang bervariasi di mana, dalam agama,
dimengerti dalam hubungannya dengan kekuatan ketuhanan atau makhluk hidup;
dalam mitos,
mereka juga seringkali dibandingkan dengan ras lain. Dalam antropologi kebudayaan, mereka dijelaskan berdasarkan penggunaan bahasanya,
organisasi mereka dalam masyarakatmajemuk serta perkembangan teknologinya, dan
terutama berdasarkan kemampuannya untuk membentuk kelompok dan lembaga untuk dukungan satu sama lain serta pertolongan.
B. HAKEKAT
MANUSIA
Hakekat manusia adalah sebagai
berikut :
a.
Makhluk yang
memiliki tenga dalam yang dapat menggerakkan hidupnya untuk memenuhi
kebutuhan-kebutuhannya.
b.
Individu yang memiliki
sifat rasional yang bertanggung jawab atas tingkah laku intelektual dan sosial.
c.
yang mampu mengarahkan
dirinya ke tujuan yang positif mampu mengatur dan mengontrol dirinya dan mampu
menentukan nasibnya.
d.
Makhluk yang dalam
proses menjadi berkembang dan terus berkembang tidak pernah selesai (tuntas)
selama hidupnya.
e.
Individu yang dalam
hidupnya selalu melibatkan dirinya dalam usaha untuk mewujudkan dirinya
sendiri, membantu orang lain dan membuat dunia lebih baik untuk ditempati
f.
Suatu keberadaan yang
berpotensi yang perwujudanya merupakan ketakterdugaan dengan potensi yang tak
terbatas
g.
Makhluk Tuhan yang
berarti ia adalah makhluk yang mengandung kemungkinan baik dan jahat.
h.
Individu yang sangat
dipengaruhi oleh lingkungan turutama lingkungan sosial, bahkan ia tidak bisa
berkembang sesuai dengan martabat kemanusaannya tanpa hidup di dalam lingkungan
sosial.
C.
GAMBARAN UMUM KOTA KAYU AGUNG
Kota Kayu Agung adalah sebuah kecamatan
dan merupakan ibukota Kabupaten Ogan Komering Ilir, Sumatera Selatan,
Indonesia. Kayuagung sebuah kota yang terletak di lintas timur sumatera, Salah
satu dari Kabupaten dari Provinsi Sumatera Selatan (Palembang), Kayuagung yang
berjarak 65 KM dari pusat kota Palembang, Kayuagung merupakan Daerah Tingkat II
di provinsi sumatera selatan. Kayuagung merupakan ibukota Kabupaten Ogan
Komering Ilir (OKI).
Kayuagung Terdiri dari 10 kelurahan (Morge Siwe):
Jua-jua, Sidakersa, Cintaraja Mangunjaya, Paku, Sukadana, Kedaton, Kotaraya,
Perigi. Kayuagung Asli. Nama Kayuagung secara umum berasal dari sebuah sejarah,
dimana pada zaman dahulunya, daerah kota kayuagung terdapat pohon-pohon yang
berukuran besar, bahkan ada yang sampai berdiameter 4 meter , kemudian
disimpulkanlah oleh para petua Pohon itu berarti Kayu sedangkan Besar Itu
Agung. mungkin andapun secara tidak sengaja pernah melihat pohon berukuran
besar di kota anda, kemungkinannya itu merupakan pohon kayuagung, tapi bukan
berarti setiap pohon yang besar itu merupakan pohon kayuagung, ciri khas pohon
Kayuagung itu berukuran besar memiliki urat pohon yang timbul dan memiliki akar
yang besar dan menjular, selain itu juga terdapat akar yang menjular dari atas
kebawah, jadi dari sebuah pohonlah nama dari kota kayuagung itu.
Kecamatan Kota Kayuagung terdiri atas 11 kelurahan ;
yaitu Kelurahan Kayuagung (asli ), Perigi, Kutaraya, Kedaton, Sukadana,
Mangunjaya, Sidakerda, jua-jua, Cintaraja, dan Tanjung Rancing, Serta 14
desa ; yaitu Desa Bulu Cawang, Lubuk Dalam, Banding Anyar, Anyar, Muara
Baru, Kijang Ulu,Celika, Tanjung Menang. Bagian tersebut penutur Bahasa Kayuagung
berada di wilayah Kecamatan Kota Kayuagung, Kabupaten Ogan Komering Ilir (OKI),
Sumatera Selatan. Wilayah ini merupakan ibukota Kabupaten OKI. Penduduk utama
penuturan Bahasa Kayuagung tergabung dalam suatu wilayah yang disebut morge
siwe ( marga sembilan ); yaitu sembilan kelompok masyarakat setingkat desa/
kelurahan di era sekarang. Sembilan marga tersebut adalah Kelurahan Kayuagung (
asli ), Perigi, Kutaraya, Kedaton, Sukadana, Paku, Mangun jaya, Sida kersa, dan
jua-jua. Dengan demikian dari 11 kelurahan yang ada di kecamatan Kota
Kayuagung, dua di antaranyalah yang bukan menjadi penduduk penuturan bahasa
Kayagung, yaitu Kelurahan Kayuagung (asli) dan Tanjung Rancing. Selain di
wilayah Kota Kayuagung Bahasa Kayuagung juga ada di wilayah lempuing dan Mesuji
(masih di Kabupaten OKI). Hal ini bisa di maklumi karena berdasarkan sejarahnya
wilaya Lempuing dan Mesuji merupakan jalur kedatangan orang-orang Kayu Agung
dari Lampung.
Di wilayah Kabupaten Ogan Komering Ilir (OKI) terdapat
beberapa daerah, di antaranya adalah bahasa Kayuagung, Komering, Pedamaran,
Melayu Palembang, Jawa, dan beberapa bahasa atau dialek lainya. Bahasa
Indonesia juga dipergunakan secara luas, selain bahasa seperti bahasa Inggris
dan Arab Yang penggunananya sangat terbatas. Kabupaten Ogan Komering Ilir (
OKI) beribukota di Kayuagung. Berdasarkan sejarahnya, wilayah ini didukung oleh
apa yang oleh masyarakat setempat disebut dengan morge siwe ( atau Sembilan
Marga). Marga di seantero Sumatera Selatan dikenal dengan suatu kawasan yang dahulunya
setara di atas desa/ kelurahan. Saat ini wilayah morge siwe berada di bawah
pemerintah administrasi Kecamatan Kota Kayu Agung. Sembilan marga tersebut
adalah Kelurahan Kayuagung (asli), Perigi, Kutaraya, Kedaton, Sukadana, Paku,
Mangun jaya, Sidakersa, dan jua-jua.
Kayuagung ibukota dari Kabupaten Ogan Komering Ilir
merupakan Pemerintah Daerah Tingkat II di Sumatera Selatan yang luasnya sekitar
19.023,47 kilometer persegi yang secara geografis terletak antara 104 2'-106 o'
derajat Bujur Timur dan 4o 30'-4o 15 derajat Lintang Selatan. jumlah penduduk
dalam sensus 2010 mencapai kurang-lebih 62.000 ribu jiwa lebih, mayoritas
penduduknya beragama Islam.[2]
D. KEBUDAYAAN
KAYU AGUNG
-
Warisan Budaya Daerah:
Midang
(Warisan Budaya
Tak Ternilai) Kayuagung memiliki khasanah budaya yang kuat dan kental. Suku
Kayuagung yang mendiami wilayah Kota Kayuagung dan sekitarnya selalu menjunjung
tinggi adat istiadat dalam kehidupan sehari-hari berbagai segi kehidupan
seperti kelahiran bayi, pernikahan, sampai kematian diatur dan dituntun oleh
adat istiadat budaya setempat.
Midang (tradisi
arak-arakan yang diiringi musik tradisional seperti tanjidor) merupakan agenda
nasional dalam kunjungan wisata lokal maupun mancanegara yang dimiliki
Kabupaten OKI khususnya. Tradisi yang telah ada pada abad 17 yang lalu ini
berawal dari adanya persyaratan keluarga perempuan dalam menikahkan putra-putri
mereka. Sang putri merupakan keluarga dari keturunan orang terpandang pada
waktu itu.
Sementara calon
pengantin laki-laki berasal dari keluarga miskin yang berkepribadian luhur.
Persyaratan itu diantaranya pihak calon laki-laki harus menyediakan semacam
kereta hias yang dibentuk menyerupai naga yang disebut dengan juli (karena nama
pengantin perempuan bernama Juliah). Kereta ini dipergunakan untuk untuk
membawa kedua orang tua calon pengantin laki-laki yang bertandang ke rumah
pengantin perempuan setelah ijab Kabul; pengantin laki-laki dan perempuan
diapit oleh kedua orang tuanya diarak keliling kampung. Berkat keluhuran budi
keluarga mempelai laki-laki, semua permintaan keluarga mempelai perempuan ini
dapat dipenuhi. Inilah asal muasal budaya Midang yang masih dilestarikan sampai
saat ini.
Midang dalam
perkembangannya sesuai dengan fungsi dan hakekatnya dapat dibagi menjadi 2
macam, yaitu: (1) Midang Begorok yakni arak-arakan yang menjadi bagian prosesi
pernikahan yang bersifat besar-besaran, termasuk juga sunatan, atau pun
persedekahan lainnya; (2) Midang Bebuke (Midang Lebaran Idul Fitri) yang
disebut demikian karena dilakukan untuk memeriahkan hari Raya Idul Fitri
tepatnya pada hari ketiga dan keempat Hari Raya idul Fitri. Midang Bebuke ini
disebut juga Midang Morge Siwe (Sembilan Marga) karena diikuti oleh seluruh
marga yang ada di wilayah karesidenan. Pemerintah Daerah Kabupaten OKI
menyikapi tradisi midang sebagai warisan tradisi budaya leluhur yang sangat
mahal nilai karakteristiknya. Tradisi ini merupakan aset budaya yang sangat
diperhatikan disamping tradisi lainnya di Kabupaten OKI. Kondisi midang sampai
saat ini masih sangat lestari bahkan berkembang menjadi wisata budaya Primadona
di OKI. Midang telah menjadi nilai tradisi budaya unik di negeri pertiwi. Saat
ini midang sudah dijadikan suatu kelengkapan karnafal Budaya di OKI yang
dilaksanakan setiap tahunnya
Mulah
Malam mulah
adalah malam menjelang akan dilaksanakan prosesi akad nikah pada esok harinya.
Secara adat di era 80- an bahwa Malam Mulah itu adalah malam bagi pihak
Keluarga dan Tetangga untuk bermasak-masak guna persiapan Hari persedekahan.
Sedangkan pihak mudamudinya mengadakan malam tetabuhan semacam Malam Gembira.
Pada saat itu pasangan Calon penganten berada di antara muda-mudi yang hadir,
Baik muda-mudi yang datang dari kampung /dusunnya sendiri maupun dari luar
dusun. Secara adat tempo dulu, pasangan Calon Penganten berkali-Kali
naik-turun/keluarmasuk Rumah untuk berganti-ganti pakaian sebanyak 12 Kali.
Pakaian yang digunakan Calon Mempelai Perempuan disebut “Pesakin”, yang dipakai
Calon Penganten Laki-laki adalah satu stel dengan kain Calon Penganten Perempuannya.
Perempuan memakai kebaya panjang, sedangkan laki-laki memakai stelan jas, peci
dan memakai handuk. Namun karena adanya pergeseran nilai, Calon Mempelai
Laki-laki terkadang hanya melakukan ganti pakaian sebanyak 5 atau 3 Kali Saja.
Kunganyan
Adalah bagian
dari prosesi Pernikahan dalam Masyarakat suku Kayuagung. Kungayan adalah
sekelompok bapakbapak dari pihak Calon Mempelai Perempuan yang kesemuanya
adalah Keluarga dan Tetangga Calon penganten Perempuan, yang diundang oleh
pihak Keluarga Calon mempelai laki-laki untuk menyaksikan jalannya ijab qobul.
Rombongan mereka disebut rombongan Suami “ungaian” kegiatannya disebut
Kungayan.
-
Tarian Daerah:

Tari Penguton Dari sejarahnya, tarian ini lahir pada
tahun 1889 dan pada tahun 1920, oleh keluarga Pangeran Bakri, tarian ini
disempurnakan untuk penyambutan kedatangan Gubernur Jendral Belanda. Sejak itu
tarian ini dijadikan sebagai tari sekapur sirih Kayuagung. Tarian ini ditarikan
oleh Sembilan orang gadiscantik yang dipilih dari Sembilan Marga yang ada di
Kayuagung menggunakan iringan musik perkusi seperti Gamelan, gong, gendang yang
sebagian instrumen tersebut merupakan hadiah dari Kerajaan Majapahit pada abad
ke 15 dibawa oleh utusan Patih Gajah Mada. Konon alat-alat ini masih ada dan
digunakan pada saat menyambut kedangan Presiden Soekarno saat pertama kali
berkunjung ke Bumi Bende Seguguk pada tahun 1959. Pada tahun 1992 tari ini
dibakukan sebagai tari sekapur sirih Kabupaten OKI.
Tari Gopung Tari Gopung Tari Gopung merupakan
tari-tarian yang digunakan untuk penobatan rajaraja. Tarian ini lahir pada
tahun 1778 di suku Bengkulah Komering. Fungsi tarian ini sampai sekarang masih
eksis digunakan sebagai tari penobatan pangkat dan penyambutan tamu pemerintah
di Kecamatan Tanjung Lubuk.
-
Pakaian Adat
Nama-Nama Kain
Adat Dan Baju Adat Di Kayuagung
- Angkinan: Baju pengantin/baju
kebesaran adat Kayuagung
- Kebaya Kurung Panjang: ciri yang
memakai sudah bersuami
- Kebaya Kurung Pendek/bunting:
cirri yang memakai masih perawan
- Kebaya Tapuk: Ciri yang memakai
sudah bersuami
- Kebay,\a Tojang: untuk undangan
kehormatan/misal si ibu pengantin lakilaki diundang menghadiri hidangan
atau kedulangan atau untuk menghadiri pernikahan
- Balah Buluh: Pakaian laki-laki
yang dilengkapi dengan Kepudang atau kopiah (kain berada di luar baju)
- Teluk Belango: sejenis baju untuk
kaum laki-laki untuk kepentingan adat dengan memakai peci dan kain dibalik
baju
- Sarung Pelikat:bentuk kain untuk
lakilaki yang terbuat dari jerat jerami yang bermotif kotak-kotak besar
ataupun kecil
- Sarung bugis: untuk laki-laki
- Kain Putungan (kain panjang) untuk
pasangan kebaya pendek maupun kurung maupun kebaya biasa
- Sarung Sungkitan (songket):
pasangan Angkinan juga bisa untuk kebaya biasa
Untuk kaum
wanita, nama-nama pakaian adatnya adalah: Beribit, Pelangi dan Jupri. Sedangkan
motif yang utama adalah: Motif bunga biduk, Motif bunga oteh, Motif bunga Payi,
Motif bunga Inton, Motif bunga Kipas, Motif Kemplang, Motif Jelujur, dan Motif
bunga Kecubung.
E. UNSUR
KEBUDAYAAN

1. Sistem Religi
Secara historis, suku Kayu Agung sebenarnya masih berkerabat dengan suku
Ogan, dengan kata lain berasal dari satu rumpun yang sama. Mayoritas suku Kayu
Agung beragama Islam, tetapi dalam praktek keseharian mereka, banyak dari
mereka yang tetap menjalankan tradisi kepercayaan lama, seperti kepercayaan
terhadap dunia roh. Mereka percaya kalau roh orang mati bisa kembali dan
mengganggu ketentraman mereka.
Oleh karena itu, sebelum mayat dikubur harus dimandikan dengan bunga dari
bermacam-macam jenis agar roh dari orang yang mati lupa jalan pulang ke
rumahnya. Mereka juga percaya terhadap dukun yang membantu dalam upacara
pertanian, baik saat menanam maupun saat panen. Mereka juga memiliki tempat
keramat yang dianggap sebagai tempat bersemayamnya roh-roh.
2. Sistem Organisasi Kemasyarakatan
Kayu Agung
Kabupaten Ogan Komering Ilir terbagi atas beberapa suku
bangsa baik suku asli Ogan Komering Ilir maupun pendatang dari Jawa, Bali dan
Sunda. Adapun suku asli Penduduk Kabupaten Ogan Komering Ilir terdiri atas: (1)
Suku Ogan : meliputi penduduk asli tersebar di Desa Sugih Waras, Buluh
Cawang, Teleko, sebagian Sirah Pulau Padang, Pampangan, Keman, Pangkalan
Lampam, dan Tulung Selapan, berbahasa Ogan. (2) Suku Komering: meliputi
penduduk asli di sepanjang sungai Komering mulai dari Kecamatan Tanjung Lubuk
sampai Kota Kayuagung, sehari-hari berbahasa Komering. (3) Suku Kayuagung:
meliputi penduduk asli di Kecamatan Kota Kayuagung kecuali Celikah dan Tanjung
Rancing, sebagian penduduk di Kecamatan Lempuing dan desa-desa perairan sungai
Mesuji di Kecamatan Mesuji dan Kecamatan Sungai Menang, sehari-hari berbahasa
asliKayuagung. (4) Suku Penesak/Danau: meliputi penduduk asli Kecamatan
Pedamaran tersebar di desa-desa dalam Kecamatan Pedamaran tidak termasuk
penduduk Sukaraja, berbahasa Melayu Palembang. (5) Suku Pegagan : meliputi
penduduk asli di Kecamatan Jejawi, Sirah Pulau Padang, Tanjung Rancing dan
Celikah Kecamatan Kota Kayuagung, berbahasa Pegagan. (6) Suku Jawa, Sunda dan
bali : meliputi penduduk di Kecamatan Lempuing, Lempuing Jaya, Mesuji,
Mesuji Raya, Mesuji Makmur, Sungai Menang, Air Sugihan, Pedamaran Timur dan
sebagian penduduk di Kecamatan Teluk Gelam, Bahasa yang mereka gunakan adalah
bahasa sunda atau jawa dan untuk pergaulan dengan penduduk setempat menggunakan
Bahasa Indonesia.
3. Sistem Ekonomi
Kayu Agung Salah Satu Kota Transit yang terletak di Jalur Lintas Timur,
yang merupakan jalur utama dari Bandar Lampung ke Palembang maupun sebaliknya.
Dan merupakan salah satu Kota Terpadat Ke-2 setelah Palembang . Kayuagung
sebuah kota yang terletak di lintas timur sumatera, Salah satu dari Kabupaten
dari Provinsi Sumatera Selatan sehingga banyak dari para penduduk memiliki
sistem pengetahuan dalam hal perdagangan.
Mata pencaharian suku Kayu Agung adalah bertani, berdagang, dan membuat
gerabah dari tanah liat. Bentuk pertanian kebanyakan bersawah tahunan karena
daerahnya terdiri dari rawa-rawa. Jadi sawah hanya diolah saat musim hujan.
Tehnik pengolahan tanahnya pertama-tama mereka membersihkan dan membabat
rumput, setelah air sawah tinggal sedikit lalu padi ditanam. Pekerjaan
membersihkan rumput umumnya dilakukan laki-laki, namun saat panen dikerjakan
secara gotong royong oleh laki-laki dan perempuan. Kebutuhan suku Kayu
Agung ini yang mendesak adalah penerapan teknologi pertanian yang tepat untuk
kondisi tanah yang
berawa-rawa.
masyarakat menemukan alternatif sumber pemenuhan kebutuhan hidup, seperti
peningkatan hasil kerajinan tangan dari tanah liat (keramik/gerabah) agar bisa
lebih memiliki nilai jual yang layak.
4. Bahasa
Bahasa Kayu Agung mirip dengan bahasa Melayu walaupun banyak terdapat
perbedaan. Suku Kayu Agung dalam lingkungan sesama orang Kayu Agung akan
berbicara dalam bahasa Kayu Agung. Bila berhubungan dengan orang Ogan, maka
mereka akan berbicara dalam bahasa Ogan yang diucapkan oleh suku Ogan. Suku
Ogan banyak bermukim di Kota Agung. Selain hidup berdampingan dengan suku Ogan,
Suku Kayu Agung bermukim di pemukiman mereka yang terletak di suku Komering.
F.PERUBAHAN KEBUDAYAAN KAYU AGUNG
F.PERUBAHAN KEBUDAYAAN KAYU AGUNG
Kayuagung adalah kecamatan yang merupakan ibu kota dari kabupaten Ogan
Komering Ilir yang terdiri dari 11 kelurahan dan 14 desa-desa lainnya, di mana
masyarakatnya memiliki adat-istiadat dan kebudayaan yang berbeda dari
masing-masing daerah. Salah satu kebudayaan yang terdapat di kecamatan
Kayuagung adalah Budaya Midang.
Midang awalnya
menggambarkan kemulian ritual perkawinan adat Mabang Handak atau Burung Putih sebagai berakhirnya masa bujang dan gadis. Upacara adat
perkawinan Mabang Handakmerupakan
upacara adat yang penuh beradat. Adat ini di mulai dari adat peminangan
terlebih dahulu sampai pelaksanaan sedekahnya. Proses tata urutan tahapan
upacara Mabang Handak sebagai berikut:
a.
Maju dan bengiyan ngulom bobon morgesiwe (kedua mempelai mengajak sanak famili)
b.
Sorah gawi ke proatin (menyerahkan kerjaan keperangkat lurah)
c.
Kilu woli nikah (minta wali
nikah)
d.
Ningkok (sanak famili,
proatin dan mempelai kumpul)
e.
Mendirikan tarup (mendirikan tenda)
f.
Ngebengiankon (minta bantuan
tenaga dari anak menantu)
g.
Nyuak dan Ngulom (mengundang)
h.
Ngantat oban sow-sow (mengantar kue dan rempah)
i.
Pati sapi
(manyembelih sapi)
j.
Ngantat perkurangan (mengantar makanan)
k.
Midang
l.
Mulah (hari memasak)
m.
Turgi (pesta)
n.
Upacara ngarak pacar
o.
Adat anan tuwoi (menyerahkan
mempelai perempuan)
p.
Adat lang-ulangan (mengembalikan
barang pinjaman)
q.
Anan tuwoi maju (mempelai
perempuan tidur di rumah orang tuanya 2 malam)
r.
Ngulangkon pukal (yang menjadi
pendamping mempelai)
Upacara adat Mabang Handak ini melibatkan banyak keluarga, kaum kerabat dan tenaga yang banyak serta
dana yang cukup besar untuk pelaksanaan pesta. Upacara mabang handak ini juga
diperlukan waktu 3 hari 3 malam (Pembina adat Kabupaten OKI, 2002:49).
Midang dalam adat
perkawinan mabang handak adalah arak-arakan sepasang pengantin. Di mana pengantinya dinaikan di atas juli (gerobak yang
dihiasi seperti perahu atau kapal) mengelilingi Kayuagung. Arak-arakan sepasang
pengantin tersebut untuk memberi tahu warga bahwa sepasang remaja itu kini
telah berubah status. Arak-arakan pengantin ini diiringi oleh puluhan bahkan
ratusan pasangan remaja yang mewakili daerah morgesiwe atau 9 kelurahan (Nasir, 2011:05).
Namun, kini tradisi midang tersebut dapat dinikmati tanpa perlu menggelar
perkawinan terlebih dahulu. Midang menjadi seni pertunjukan setiap tahunnya.
Pertunjukan midang tersebut diselenggarakan setiap setelah lebaran idul fitri
yakni lebaran ketiga dan keempat. Penyelenggaraan midang hari raya tersebut
dilaksanakan tanpa pasangan pengantin dan tanpa Juli (gerobak yang dihiasi seperti perahu atau kapal), di mana arak-arakan
pasangan remaja cukup dilakukan secara berjalan kaki sejauh 5 km dengan
mengenakan 26 jenis pakaian adat morgesiwe yang diiringi musik tanjidor.
Pertunjukan midang ini disaksikan banyak oleh masyarakat Kayuagung secara
spontanitas mamadati sepanjang jalan yang dilalui oleh peserta midang,
masyarakat tersebut tanpa mengetahui mengapa pertunjukan midang tersebut
diselenggrakan dan tanpa sadar budaya midang tersebut sudah mengalami
perkembangan dan perubahan dari proses tata urutan tahapan upacara Mabang Handak menjadi Midang yang
dipertunjukan setiap tahunnya yakni pada lebaran idul fitri hari ketiga dan
keempat. Kayuagung adalah kecamatan yang merupakan ibu kota dari kabupaten Ogan
Komering Ilir yang terdiri dari 11 kelurahan dan 14 desa-desa lainnya, di mana
masyarakatnya memiliki adat-istiadat dan kebudayaan yang berbeda dari
masing-masing daerah. Salah satu kebudayaan yang terdapat di kecamatan
Kayuagung adalah Budaya Midang.
G. KAITAN MANUSIA
DENGAN KEBUDAYAAN KAYU AGUNG
Manusia sebagai makhluk yang berbudaya
menghadapi permasalahan yang kompleks mencakup berbagai aspek dalam
kehidupannya. Di antara aspek-aspek tersebut adalah aspek kepercayaan atau
agama, sosial, hukum, ekonomi, pendidikan, jasmani, rohani, dan lain
sebagainya.
Sebagai suatu gejala yang universal diseluruh dunia, pernikahan atau perkawinan tersebut merupakan peristiwa penting yang dihadapi manusia dalam kehidupannya. Biasanya pernikahan dipandang sebagai peristiwa yang sangat sakral dalam kehidupan manusia yakni terjadinya perubahan remaja yang masih lajang menuju ke kehidupan berumah tangga atau berkeluarga. Sehubungan dengan tradisi pernikahan dalam pandangan kultural yang melihat dari sisi kehidupan masyarakat dianggap sakral dalam menggunakan simbol-simbol yang secara kontinue dilakukan oleh masyarakat, maka dari kontinuitas ini dapat disimpulkan mengenai bentuk-bentuk perkawinan yang dilakukan oleh masyarakat. Salah satunya upacara pernikahan yang menarik adalah Upacara Adat Pernikahan Di Kecamatan Kota Kayuagung OKI Palembang Sumatera Selatan.
Di daerah Sumatra Selatan khususnya di Kota Kayuagung dikenal tiga bentuk dasar perkawinan, yaitu kawin begorok, kawin sepagi dan kawin mabang handak. Dari ketiga upacara pernikahan ini dalam tatacara pelaksanaanya ada yang mengalami perubahan yang menyesuaikan kebutuhan masyarakat setempat. Dalam masyarakat Kayuagung pada masa lampau dan yang sekarangpun masih ada meskipun pada kalangan tertentu, yaitu bentuk-bentu pernikahan yang hidup dan berkembang, sebagai suatau variasi, baik sebagai akibat ataupun karena keadaan yang bersangkutan, daerah Kayuagung juga masih memiliki kebudayaan khas dengan kebudayaan yang masih menggunakan simbol-simbol atau lambang-lambang yang merupakan warisan budaya dari generasi terdahulu dan berkembang hingga saat ini Kehidupan budaya masyarakat Kayuagung atau Morge Siwe masih tetap dilestarikan, hingga hal ini bisa diasumsikan bahwa tradisi tersebut masih mempunyai nilai-nilai sangat bernilai, dan berkembang dalam masyarakat dianut, dipatuhi serta diakui keberadaannya, walaupun didalam upacara adat pernikahan di Kayuagung ada mengalami perubahan.
Sebagai suatu gejala yang universal diseluruh dunia, pernikahan atau perkawinan tersebut merupakan peristiwa penting yang dihadapi manusia dalam kehidupannya. Biasanya pernikahan dipandang sebagai peristiwa yang sangat sakral dalam kehidupan manusia yakni terjadinya perubahan remaja yang masih lajang menuju ke kehidupan berumah tangga atau berkeluarga. Sehubungan dengan tradisi pernikahan dalam pandangan kultural yang melihat dari sisi kehidupan masyarakat dianggap sakral dalam menggunakan simbol-simbol yang secara kontinue dilakukan oleh masyarakat, maka dari kontinuitas ini dapat disimpulkan mengenai bentuk-bentuk perkawinan yang dilakukan oleh masyarakat. Salah satunya upacara pernikahan yang menarik adalah Upacara Adat Pernikahan Di Kecamatan Kota Kayuagung OKI Palembang Sumatera Selatan.
Di daerah Sumatra Selatan khususnya di Kota Kayuagung dikenal tiga bentuk dasar perkawinan, yaitu kawin begorok, kawin sepagi dan kawin mabang handak. Dari ketiga upacara pernikahan ini dalam tatacara pelaksanaanya ada yang mengalami perubahan yang menyesuaikan kebutuhan masyarakat setempat. Dalam masyarakat Kayuagung pada masa lampau dan yang sekarangpun masih ada meskipun pada kalangan tertentu, yaitu bentuk-bentu pernikahan yang hidup dan berkembang, sebagai suatau variasi, baik sebagai akibat ataupun karena keadaan yang bersangkutan, daerah Kayuagung juga masih memiliki kebudayaan khas dengan kebudayaan yang masih menggunakan simbol-simbol atau lambang-lambang yang merupakan warisan budaya dari generasi terdahulu dan berkembang hingga saat ini Kehidupan budaya masyarakat Kayuagung atau Morge Siwe masih tetap dilestarikan, hingga hal ini bisa diasumsikan bahwa tradisi tersebut masih mempunyai nilai-nilai sangat bernilai, dan berkembang dalam masyarakat dianut, dipatuhi serta diakui keberadaannya, walaupun didalam upacara adat pernikahan di Kayuagung ada mengalami perubahan.
Referensi:
http://id.wikipedia.org/wiki/Kota_Kayu_Agung,_Ogan_Komering_Ilir
http://tuanhery.blogspot.com/2011/11/perkembangan-budaya-midang-sebagai-seni.html
http://tuanhery.blogspot.com/2011/11/perkembangan-budaya-midang-sebagai-seni.html
