Senin, 14 Oktober 2013

Tugas ISD 3:

Rencana Pemkot Surabaya Tutup Lokalisasi Dolly Didukung DPRD Jatim

SURABAYA - Rencana Pemerintah Kota (Pemkot) Surabaya yang akan menutup lokalisasi Dolly Surabaya mendapat dukungan penuh dari Komisi E Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Jawa Timur.
Program Pemkot Surabaya itu seiring dengan program Pemprov Jatim yang akan menutup lokalisasi terbesar di Asia Tenggara itu secara bertahap.
“Soal penutupan lokalisasi itu kami sudah lama setuju, namun Kami berharap rencana penutupan lokalisasi dolly ini harus dilakukan secara menyeluruh baik itu bagaimana pemerintah kota melakukan cara atau dampak akibat penutupan lokalisasi tersebut,” ujar Ketua Komisi E DPRD Jawa Timur, H Sugiri Sancoko di Surabaya Selasa (8/10)
Menurutnya, belum ditutupnya lokalisasi dolly ini karena saat ini banyak problematika yang belum terselesaikan yaitu saat ini masyarakat sudah mulai tergantung dengan lokalisasasi tersebut.
“Apabila dilakukan penutupan, Pemerintah Kota Surabaya harus benar melakukan penutupan secara menyeluruh, baik itu dengan lingkungannya juga harus diperhatikan,” paparnya, seperti dilansir laman kominfo jatim.
Lebih lanjut sebelum melakukan penutupan lokalisasi, Pemerintah Kota Surabaya harus juga melakukan pelatihan-pelatihan kepada para Pekerja Seks Komersial (PSK).
“Mereka harus dibekali dengan keterampilan seperti menjahit, usaha-usaha kecil, tata boga dan lainnya. Jadi setelah mereka dipulangkan ketempat asalnya, mereka tidak kesulitan menghidupi keluarga,” ujarnya.
Ia menambahkan, saat ini dewan akan bekerja bersama-sama dengan Pemerintah Provinsi dan masyarakat untuk memberantas prostitusi di wilayah Jawa Timur.
“Pemprov yang akan memulangkan mereka dan memberikan mereka pekerjaan, kami yang akan memastikan mereka tidak kembali. Karena kalau dipulangkan saja tanpa diawasi ya percuma. Saat mereka kembali mengalami kesulitan ekonomi, mereka akan kembali lagi jadi PSK,” ujarnya.(c8/lik)
Ø  Opini:

Dalam masalah sosial yang berkaitan dengan penutupan tempat Prostitusi khususnya adalah gang dolly yang ada di Surabaya sejak jaman penjajahan Belanda tersebut sangat sulit dilakukan karena telah terjadi simbiosis mutualisme antara masyarakat sekitar dengan para penghuni gang dolly.  Seperti masyarakat sekitar mendulang rezeki jasa parkir, pedagang kaki lima, warung-warung makanan dan minuman, taksi, tukang becak dan ojek. Belum lagi perputaran uang bisnis ikutan seperti bisnis makanan dan minuman, sewa rumah, bisnis pakaian, parkir, pengamanan, hingga makelarisasi. Hal ini mempersulit Pemkot Surabaya untuk menutup tempat prostitusi tersebut, bahkan jika kawasan ini ditutup ribuan orang akan terkatung-katung nasibnya. Namun membiarkan praktik pelacuran tumbuh subur sama halnya menjamur penyakit sosial dan kesehatan. Selain itu peningkatan penyakit HIV/AIDS juga akan meningkat drastis jika tempat prostitusi semakin lama akan semakin berkembang, masalah ini juga tidak mencerminkan bagaimana moral Bangsa Indonesia yang sesuai dengan nilai-nilai Pancasila. Jika Pemkot Surabaya merencanakan penutupan tempat ini adalah hal yang tepat, di Surabaya ada Perda(Peraturan Daerah) 1997,kalau tidak 1999 itu melarang sebuah bangunan digunakan untuk tempat prostitusi. Namun banyak hal yang dipersiapkan sebelum penutupan tempat tersebut dilakukan. Misalnya dengan melakukan pendekatan kepada masyarakat sekitar terlebih dahulu tentang dampak negatif dari adanya gang dolly, sehingga sedikit demi  sedikit mereka menyadari simbiosis mutualisme yang mereka lakukan perlu dihentikan. Kemudian baru mengadakan pelatihan kerja kepada para PSK sebelum dipulangkan kekampung halamannya serta dilakukan pengawasan, dan seharusnya masyarakat sekitar yang menggantungkan hidup dengan adanya gang dolly juga diberikan pelatihan kerja dan sosialisasi lapangan kerja. Jika cara ini berhasil dilakukan sedikit demi sedikit penutupan gang dolly yang sudah menjamur sekian tahun dapat dilakukan dan nasib ribuan orang tidak akan terkatung-katung disebabkan penutupan tersebut.