Senin, 21 Oktober 2013

Tugas ISD 4 :

8 juta penyandang masalah sosial butuh penanganan
Rabu, 9 Oktober 2013 10:40 WIB | 1697 Views
Pewarta: Desi Purnamawati
http://img.antaranews.com/new/2012/08/small/20120803GEPENG2.jpg
Petugas Satuan Polisi Pamong Praja membujuk seorang nenek gelandangan agar mau dibawa ke tempat pembinaan dalam razia gelandangan dan pengemis (gepeng) di Kediri, Jawa Timur, Jumat (24/9). (ANTARA/Arief Priyono)
Jakarta (ANTARA News) - Sebanyak delapan juta penyandang masalah kesejahteraan sosial (PMKS) membutuhkan penanganan serius, demikian menurut data Kementerian Sosial.

Menteri Sosial Salim Segaf Al Jufri mengatakan pemerintah membutuhkan bantuan dari semua pihak untuk menangani PMKS yang mencakup 1,8 juta penduduk lanjut usia terlantar; 3,8 juta orang dengan kecacatan, 230 ribu anak jalanan, serta empat juta penyalahguna narkoba.

Dalam keterangan yang diterima di Jakarta, Rabu, ia mengatakan penanganan penyandang masalah sosial tidak selesai dengan menempatkan mereka di panti-panti sosial atau panti jompo. Sebagian penyandang masalah sosial juga membutuhkan bantuan pendampingan dan pembinaan.

Ia menjelaskan, pemerintah sudah menerapkan beberapa program untuk menangani masalah sosial antara lain berupa pemberian asuransi bagi penduduk lanjut usia terlantas, bantuan usaha ekonomi produktif bagi penyandang cacat, tabungan sekolah bagi anak jalanan, dan bantuan untuk kelompok usaha bersama.

"Berbagai program tersebut, sudah berjalan sebagai upaya untuk akselerasi pananganan PMKS yang bersinergi dengan berbagai pihak, termasuk peran serta pemda setempat," katanya.

Pemerintah, ia melanjutkan, masih membutuhkan peran serta pemerintah daerah dan masyarakat melalui lembaga kesejahteraan sosial untuk menangani permasalahan sosial di daerah.

Dia juga berharap pelaku usaha ikut mendukung upaya penanganan masalah sosial. "Bagaimana pun, apalah artinya sukses di bidang bisnis kalau tidak dibarengi dengan investasi sosial," demikian Menteri Sosial.

Ø  Opini :

   Dalam menangani masalah penyandang masalah kesejahteraan sosial memang diperlukan kerjasama dari semua pihak, terutama masyarakat dan pemerintah daerah. Dalam prakteknya pemerintah pusat  memberikan berbagai program bantuan kepada para penyandang masalah kesejahteraan sosial tetapi karena kurangnya dukungan dari semua pihak, program ini seolah hanya sebagai hal yang sia-sia. Jika yang bertindak pemerintah pusat belaka tidak akan berjalan optimal. Tetapi banyak dari pemerintah daerah yang meremehkan hal ini, kebanyakan dari mereka justru mengedepankan pembangunan industri daripada memperhatikan masyarakat di daerahnya yang menyandang masalah kesejahteraan. Selain itu, dukungan dari masyarakat juga diperlukan berupa galangan dana dan bantuan moril, sebenarnya sudah banyak dukungan dari masyarakat berupa LSM yang turut membantu masalah penyandang kesejahteraan sosial namun kebanyakan dari lembaga-lembaga yang didirikan sebagian minim dana untuk melaksanakan programnya. Disini kembali lagi kepada pemerintah daerah untuk memberi kucuran dana yang diterima dari pemerintah pusat dan sebagian dana dari APBD, yang biasanya menjadi kendala disini adalah banyaknya korupsi dana bantuan yang dilakukan oleh oknum pegawai instasi pemerintahan. Sehingga dana bantuan yang diberikan untuk para PMKS hanya sedikit yang tersalurkan. Disitu munculnya ketidakpuasan dari mereka yang menerima bantuan tersebut dan akhirnya tetap banyak muncul kasus gelandangan dan pengemis di Indonesia terutama di kota-kota besar serta kasus kemiskinan semakin bertambah.

Senin, 14 Oktober 2013

Tugas ISD 3:

Rencana Pemkot Surabaya Tutup Lokalisasi Dolly Didukung DPRD Jatim

SURABAYA - Rencana Pemerintah Kota (Pemkot) Surabaya yang akan menutup lokalisasi Dolly Surabaya mendapat dukungan penuh dari Komisi E Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Jawa Timur.
Program Pemkot Surabaya itu seiring dengan program Pemprov Jatim yang akan menutup lokalisasi terbesar di Asia Tenggara itu secara bertahap.
“Soal penutupan lokalisasi itu kami sudah lama setuju, namun Kami berharap rencana penutupan lokalisasi dolly ini harus dilakukan secara menyeluruh baik itu bagaimana pemerintah kota melakukan cara atau dampak akibat penutupan lokalisasi tersebut,” ujar Ketua Komisi E DPRD Jawa Timur, H Sugiri Sancoko di Surabaya Selasa (8/10)
Menurutnya, belum ditutupnya lokalisasi dolly ini karena saat ini banyak problematika yang belum terselesaikan yaitu saat ini masyarakat sudah mulai tergantung dengan lokalisasasi tersebut.
“Apabila dilakukan penutupan, Pemerintah Kota Surabaya harus benar melakukan penutupan secara menyeluruh, baik itu dengan lingkungannya juga harus diperhatikan,” paparnya, seperti dilansir laman kominfo jatim.
Lebih lanjut sebelum melakukan penutupan lokalisasi, Pemerintah Kota Surabaya harus juga melakukan pelatihan-pelatihan kepada para Pekerja Seks Komersial (PSK).
“Mereka harus dibekali dengan keterampilan seperti menjahit, usaha-usaha kecil, tata boga dan lainnya. Jadi setelah mereka dipulangkan ketempat asalnya, mereka tidak kesulitan menghidupi keluarga,” ujarnya.
Ia menambahkan, saat ini dewan akan bekerja bersama-sama dengan Pemerintah Provinsi dan masyarakat untuk memberantas prostitusi di wilayah Jawa Timur.
“Pemprov yang akan memulangkan mereka dan memberikan mereka pekerjaan, kami yang akan memastikan mereka tidak kembali. Karena kalau dipulangkan saja tanpa diawasi ya percuma. Saat mereka kembali mengalami kesulitan ekonomi, mereka akan kembali lagi jadi PSK,” ujarnya.(c8/lik)
Ø  Opini:

Dalam masalah sosial yang berkaitan dengan penutupan tempat Prostitusi khususnya adalah gang dolly yang ada di Surabaya sejak jaman penjajahan Belanda tersebut sangat sulit dilakukan karena telah terjadi simbiosis mutualisme antara masyarakat sekitar dengan para penghuni gang dolly.  Seperti masyarakat sekitar mendulang rezeki jasa parkir, pedagang kaki lima, warung-warung makanan dan minuman, taksi, tukang becak dan ojek. Belum lagi perputaran uang bisnis ikutan seperti bisnis makanan dan minuman, sewa rumah, bisnis pakaian, parkir, pengamanan, hingga makelarisasi. Hal ini mempersulit Pemkot Surabaya untuk menutup tempat prostitusi tersebut, bahkan jika kawasan ini ditutup ribuan orang akan terkatung-katung nasibnya. Namun membiarkan praktik pelacuran tumbuh subur sama halnya menjamur penyakit sosial dan kesehatan. Selain itu peningkatan penyakit HIV/AIDS juga akan meningkat drastis jika tempat prostitusi semakin lama akan semakin berkembang, masalah ini juga tidak mencerminkan bagaimana moral Bangsa Indonesia yang sesuai dengan nilai-nilai Pancasila. Jika Pemkot Surabaya merencanakan penutupan tempat ini adalah hal yang tepat, di Surabaya ada Perda(Peraturan Daerah) 1997,kalau tidak 1999 itu melarang sebuah bangunan digunakan untuk tempat prostitusi. Namun banyak hal yang dipersiapkan sebelum penutupan tempat tersebut dilakukan. Misalnya dengan melakukan pendekatan kepada masyarakat sekitar terlebih dahulu tentang dampak negatif dari adanya gang dolly, sehingga sedikit demi  sedikit mereka menyadari simbiosis mutualisme yang mereka lakukan perlu dihentikan. Kemudian baru mengadakan pelatihan kerja kepada para PSK sebelum dipulangkan kekampung halamannya serta dilakukan pengawasan, dan seharusnya masyarakat sekitar yang menggantungkan hidup dengan adanya gang dolly juga diberikan pelatihan kerja dan sosialisasi lapangan kerja. Jika cara ini berhasil dilakukan sedikit demi sedikit penutupan gang dolly yang sudah menjamur sekian tahun dapat dilakukan dan nasib ribuan orang tidak akan terkatung-katung disebabkan penutupan tersebut. 

Senin, 07 Oktober 2013

Tugas ISD 2:


BKKBN: Kualitas Penduduk Indonesia Rendah
Pekanbaru - Deputi Bidang Pengendalian Penduduk Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) Wendy Hertanto mengatakan kualitas penduduk Indonesia masih rendah berada di urutan ke-124 di dunia dari 187 negara berdasarkan pengukuran indeks prestasi manusia (IPM).
"Rendahnya kualitas penduduk tersebut akan sulit bersaing dengan luar negeri," katanya di sela-sela lomba pidato kependudukan Provinsi Riau di SMA Negeri 1 Kota Pekanbaru, Sabtu (27/7).
Menurut Wendy, rendahnya kualitas penduduk Indonesia mengakibatkan tenaga kerja Indonesia lebih banyak bekerja sebagai buruh di luar negeri karena tidak memiliki kemampuan bernegosiasi. Tak jarang tenaga kerja asal negeri ini ditindas majikannya sehingga ini terus menjadi bagian dari persoalan kependudukan.
"Persoalan kependudukan di Indonesia sangat memprihatinkan," katanya seraya menambahkan persoalan lainnya penyebaran penduduk yang tidak merata serta data kependudukan yang masih simpang siur.
Untuk mengatasi persoalan tersebut, katanya, generasi muda harus lebih peduli mengatasi permasalahan tersebut.
Apalagi saat ini, katanya, Indonesia sudah masuk dalam bonus demografi yakni 100 usia produktif memiliki tanggungjawab terhadap 51 usia non produktif.
"Ke depan tanggungan tersebut akan meningkat lagi terkait pula usia harapan hidup manusia Indonesia juga bertambah panjang," katanya sehingga perlu disiapkan generasi muda menjadi generasi muda yang tangguh.
Penulis: /WBP
Sumber:Antara (http://www.beritasatu.com/nasional/128486-bkkbn-kualitas-penduduk-indonesia-rendah.html



*     Opini :
Dari wacana di atas telah disebutkan kualitas penduduk  Indonesia masih rendah dan sulit bersaing di luar negeri, sehingga banyak dari tenaga kerja Indonesia yang menjadi buruh di luar negeri dan masih banyak pula penindasan yang dialami oleh para buruh di Indonesia. Dari hal tersebut dapat disimpulkan masalah kualitas penduduk masih rendah disebabkan oleh beberapa faktor seperti:
1.       kurangnya kepedulian penduduk  Indonesia terhadap pendidikan, sehingga sebagian besar dari penduduk Indonesiamasih berkemampuan rendah dan tidak memiliki keahlian khusus yang dapat digunakan untuk bersaing dengan luar negeri. Belum lagi angka buta aksara yang masih cukup tinggi di Indonesia.
2.       Karena Indonesia negara berupa kepulauan, pemerintah kurang memperhatikan para penduduk yang berada di daerah terpencil. Terutama dalam masalah pendidikan, banyak dari penduduk daerah terpencil hanya memperoleh pendidikan maksimal sampai pendidikan dasar.
3.       Kesenjangan perkembangan pendidikan di Indonesia, banyak pendidikan di kota-kota besar yang semakin maju pesat, tetapi sebagian besar juga masih keterbelakangan. Hal ini menyebabkan penduduk yang berada didesa/ daerah terpencil tidak bisa merasakan kemajuan pendidikan yang ada.

Semua problematika yang disebutkan, bukanlah tanpa solusi, sebenarnya pemerintah sudah mengalokasikan dana untuk mendukung pendidikan di Indonesia. Tetapi antara pihak satu dan pihak yang lain belum saling mendukung, misalnya saja dana BOS banyak yang diselewengkan. Selain itu dari masyarakat sendiri juga terlalu menyepelekan arti pendidikan yang mempengaruhi kualitas hidup mereka. Belum lagi kebiasaan membaca Penduduk Indonesia masih sangat rendah,berbeda dengan Jepang, sebagian besar orang jepang meluangkan waktu mereka hanya untuk membaca buku. Meskipun terlihat sepele, tetapi kebiasaan ini  sedikit demi sedikit menambah wawasan yang bisa digunakan untuk meningkatkan kualitas SDM. Jika indonesia ingin meningkatkan kualitas penduduknya bukan hanya pemerintah saja yang harus dituntut untuk menyelesaikan problem ini, semua kalangan juga saling bekerja sama untuk saling meningkatkan kualitas penduduk Indonesia. Terutama para pemuda  yang menjadi iron stock bangsa ini, apalagi sekarang mulai dibuka banyak beasiswa dalam dan luar negeri sehingga dapat menjembatani kemajuan kualitas penduduk Indonesia.